Tren Deindustrialisasi: Kelas Menengah Indonesia Tergerus hingga 9,48 Juta
Kitaaktual.com – Ekonom dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, mengungkapkan bahwa banyak anggota kelas menengah di Indonesia terancam jatuh ke dalam kemiskinan atau menjadi kelompok rentan akibat lesunya sektor industri manufaktur. Menurutnya, sektor sekunder ini tidak mampu mendukung peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor jasa.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa proporsi masyarakat kelas menengah di Indonesia menurun sejak pandemi COVID-19 pada 2019. Dari 57,33 juta (21,45 persen) pada 2019, jumlah kelas menengah kini tinggal 47,85 juta (17,13 persen) pada 2024, yang berarti turun hampir 9,48 juta atau 16,5 persen.
Andri menjelaskan bahwa sektor industri manufaktur berperan penting dalam mendukung kelas menengah baru yang sebelumnya berada di sektor primer atau agraris. Apabila proses industrialisasi berjalan dengan baik, masyarakat dari sektor agraris bisa naik kelas menjadi kelas menengah. Namun, dengan adanya tren deindustrialisasi, masyarakat malah berpindah dari sektor agraris langsung ke sektor jasa, yang tidak memiliki nilai tambah yang cukup.
Menurutnya, sektor jasa yang bernilai tambah tinggi memerlukan dukungan dari sektor sekunder yang kuat, karena banyak layanan jasa yang bergantung pada hasil dari industri manufaktur. Dalam diskusi daring pada 1 Oktober 2024, Andri menegaskan bahwa meskipun tenaga kerja Indonesia bergerak dari sektor agrikultur ke industri dan jasa, banyak negara berpendapatan menengah lainnya mengalami hal serupa.
International Labour Organization (ILO) mencatat bahwa pada 2022, persentase masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor agrikultur menurun menjadi 29 persen, dari 36 persen pada 2012. Sektor industri mencatat kenaikan tipis dari 21 persen menjadi 22 persen, sementara sektor jasa melonjak dari 43 persen menjadi 49 persen.
Andri menyatakan bahwa dengan tren ini, Indonesia terlihat berada di jalur menuju negara maju. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya, Indonesia ternyata tertinggal. Kontribusi sektor industri terhadap PDB negara-negara berpendapatan menengah lain rata-rata bertahan di angka 21 persen. Sementara itu, porsi industri manufaktur terhadap PDB di Indonesia terus merosot, dari 21,02 persen di 2014 menjadi 18,52 persen di semester I 2024.
Meskipun jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur diperkirakan akan berkurang akibat otomatisasi, Andri menekankan pentingnya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sektor ini. Industri manufaktur yang produktif diharapkan dapat menopang sektor jasa dengan pendapatan tinggi. “Itu yang tidak terjadi dalam perkembangan selama satu dekade terakhir,” tutupnya.